Pada musim panas 2009 lalu, seorang mahasiswa sekolah film bernama Charlie Ruez membuat sebuah dokumenter tentang seorang berandalan (thug) bernama Terry. Tidak lama setelah itu, dokumenter tersebut dijadikan bukti dalam serangkaian kasus kejahatan jalanan oleh kepolisian London. Terry, adalah bagaimana semua hal itu bisa terjadi.
Sedikit mengingatkan saya akan The Blair Witch Project, dimana satu kamera menceritakan keseluruhan film dari awal sampai akhir, mengikuti tokoh utama dan semua hal yang dia lakukan. Hanya saja, kali ini kita tidak disuguhkan ‘gambar hantu yang tidak ada’ melainkan sebuah keseharian seorang berandalan yang memakai obat-obatan, menghisap ganja, minum minuman keras, berhubungan seks, menghancurkan sebuah pesta, dan sesuatu seperti memukul kepala orang dengan botol bir. Terry, adalah sebuah dokumenter yang penuh kekerasan di sana-sini. Ruez dengan elegan membimbing kita untuk melihat sudut lain kota London, sesuatu yang ditemui beberapa orang London dalam kesehariannya.
Cerita seperti ini pernah kita temui dalam sebuah cult karya Danny Boyle, Trainspotting (1996). Penggambaran tentang keseharian seseorang yang dicap ‘sampah’ oleh sebagian lingkungannya namun sekaligus dianggap ‘guru’ oleh sebagian lainnya. Sampai pada akhirnya kita mengerti, semua yang dilakukan Terry (dan Renton di Trainspotting) adalah sesuatu yang menjadi semacam ‘keharusan’ untuk bertahan hidup atau setidaknya mendapatkan rasa hormat dari lingkungan sekitarnya.
Pun ini adalah sebuah fiksi dari non-fiksi, sebuah dokumenter yang tidak nyata, sutradara-penulis sekaligus aktor dari film ini, Nick Nevern, berhasil menebarkan ketegangan khas dokumenter di sepanjang film. Nevern kita kenal konsisten ikut ambil bagian dalam film-film tentang kehidupan kota London kelas menengah ke bawah, baik itu dalam film pendek, film lepas maupun serial yang tayang di Inggris sana, satu film Nevern lain yang akan tayang 2012 ini berjudul White Collar Hooligan juga mengambil tema yang hampir mirip dengan Terry.